Asal Usul Ikan
Patin
inilah kata kata yang di ucapkan Awang Gading sewaktu
sedang memancing ikan di sela kebosananya menunggu kailnya yang tak kunjung di makan ikan
“Air pasang telan ke
insangAir surut telan ke perutRenggutlah…!Biar putus jangan rabut,”
.
Suatu hari di waktu Ia sedang memancing dan tidak menemukan
seekor ikan sama sekali. Di waktu perjalanan pulang Ia mendengarkan seorang
bayi yang sedang menangis. Karena rasa penasaran ia mencari dari mana suara itu
berasal?..Tak lama mencari, ia pun menemukan bayi perempuan yang mungil
tergolek di atas batu. Tampaknya bayi itu baru saja dilahirkan oleh ibunya.
karena rasa iba, dibawanya bayi itu pulang ke rumahnya.
Sesampainya di rumahnya Awang Gading memberi nama bayi itu
Dayang Kumunah. Dengan bahagia Awang Gading menimang-nimang sang bayi sambil
mendendang. Ia berjanji akan bekerja lebih giat lagi dan mendidik anak ini
dengan baik. Awang Gading juga membekali Dayang Kumunah berbagai ilmu
pengetuhan dan pelajaran budi pekerti. Setiap hari ia juga mengajak Dayang
pergi mengail atau mencari kayu di hutan untuk mengenal kehidupan alam lebih
dekat.
Waktu terus berjalan. Dayang Kumunah tumbuh menjadi gadis
yang sangat cantik dan berbudi pekerti luhur. Ia juga sangat rajin membantu
ayahnya. Namun sayang, Dayang Kumunah tidak pernah tertawa.
Suatu hari, seorang pemuda kaya dan tampan yang kebetulan
lewat di depan rumah Dayang. Pemuda itu bernama Awangku Usop. Saat melihat
Dayang Kumunah, Awangku Usop langsung jatuh hati kepadanya dan berniat untuk
segera meminangnya. Beberapa hari kemudian, Awangku Usop meminang Dayang
Kumunah pada Awang Gading. Setelah Dayang Kumunah berfikir beberapa lama, Ia
menerima pinangan Awangku Usop dengan syarat, jangan pernah meminta saya untuk
tertawa. Awangku Usop menyanggupi syarat yang di ajukan Dayang Kumunah
tersebut.
Pernikahan pun dilangsungkan, tetapi terjadi sebuah
kejadian yang tidak bahagia setelah pernikahan tersebut. Awang Gading meninggal
dunia karena sakit. Peristiwa itu membuat hati Dayang Kumunah diselimuti
perasaan sedih, hingga berbulan – bulan. Untungnya, kesedihan itu segera
terobati dengan kelahiran anak-anaknya yang berjumlah lima orang.
Namun, Awang Usop merasa tidak bahagia karena belum melihat
Dayang Kumunah tertawa. Sejak pertemuan pertama kali hingga kini, istri Awang
Usop belum pernah tertawa sama sekali. Tetapi di suatu sore, Dayang Kumunah
bersama – sama keluarganya sedang berada di teras rumah. Mereka bercanda ria
dan Semua anggota keluarga tertawa bahagia, kecuali Dayang Kumunah. Pada saat
itu Awang Usop mendesak Dayang Kumunah ikut tertawa. Akhirnya ia pu tertawa
setelah sekian lama tertawa. Pada Saat itulah, muncul insang ikan di mulutnya.
Dayang Kumunah segera berlari ke arah sungai. Dan berubah menjadi ikan.
Awang Usop menyesal karena telah mendesak istrinya untuk
tertawa. Tetapi, semua sudah terlambat. Ikan dengan bentuk badan cantik dan
kulit mengilat tanpa sisik inilah yang orang-orang sebut sebagai ikan
patin. Sebelum masuk ke sungai, Dayang Kumunah berpesan kepada suaminya,
“Kanda, peliharalah anak-anak kita dengan baik.”
Awangku Usop dan anak-anaknya sangat bersedih melihat
Dayang Kumunah yang sangat mereka cintai itu telah menjadi ikan. Mereka pun
berjanji tidak akan makan ikan patin, karena dianggap sebagai keluarga mereka.
Itulah sebabnya sebagian orang Melayu tidak makan ikan patin